Politik

KPU Riau: Tak Ada Aturan Soal 'Mahar'

PEKANBARU - ADANYA 'mahar' yang terungkap dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Sulawesi Selatan (Sulsel) dari calon gubernur kepada partai politik (parpol) pengusung, menunjukkan politik uang dalam Pemilukada. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan tak ada ketentuan soal 'mahar' atau keharusan calon menyerahkan uang ke parpol.

"Nggak ada (mahar Pemilukada dari pasangan calon ke parpol), yang ada pasangan calon dicalonkan oleh parpol, gabungan parpol atau calon perseorangan," kata komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Kamis (19/9/2013).

Menurutnya, dalam peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2012 ada ketentuan setiap pasangan calon bisa diusung dalam Pemilukada asalkan memenuhi 15 persen kursi DPRD. "Yang pasti parpol atau gabungan parpol itu harus memenuhi 15 persen kursi atau suara sah dari hasil pemilu apabila mau mencalonkan," tuturnya seperti dilansir detikcom.

Hal ini berlaku bagi semua Pemilukada di semua tingkatan baik bupati, walikota maupun gubernur. "Ya semua tingkatan," ucap Ferry.

Dalam peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2012 tentang pedoman teknis pencalonan Pemilukada itu diatur soal persyaratan pengusulan kepala daerah. Bab II mengatur persyaratan pencalonan peserta Pemilukada. Yaitu pada bagian kesatu soal syarat pencalonan dari parpol dan gabungan parpol diatur dalam pasal 4-9.

Sementara terkait ketentuan pengusulan perseorangan (calon independen) diatur dalam pasal 10. Lalu terkait persyaratan bakal calon diatur dalam pasal 14-27.

Sebelumnya, Ilham Arief Sirajudin mengaku pernah diminta uang Rp10 miliar oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Rp2,5 miliar oleh Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Duit ini sebagai mahar agar Ilham Arief mendapat dukungan PKS dan Hanura untuk maju dalam pemilihan Gubernur Sulsel.

"Saya kira hal biasa dalam partai, dana digunakan untuk pemenangan bakal calon. Sebenarnya diminta Rp10 miliar tapi kesanggupan kami Rp8 miliar," kata Ilham Arief saat bersaksi di sidang perkara pencucian uang Ahmad Fathanah di Pengadilan Tipikor, kemarin.

Ilham Arief membayarkan duit Rp8 miliar secara bertahap. Segala urusan duit terkait Pilgub Sulsel, sebut Ilham Arief diurus Fathanah. "Terdakwa, menjelang hari pemilihan kami diperintahkan membayar ke DPW (Dewan Pimpinan Wilayah)," ujarnya.

Ilham Arief juga mengaku menyetor uang ke Hanura. "Kami bayar Rp2,5 miliar," katanya. Ilham menjelaskan pencalonannya harus didukung PKS dan partai lain agar mencukupi syarat pengusungan calon. "Karenar jumlah persentase dukung partai kami belum cukup. Kita butuh 13 kursi," tambahnya.

Ilham mengatakan rela membayar Rp8 miliar ke PKS dari permintaan awal PKS Rp10 miliar karena mesin PKS yang diyakini kuat. "PKS infrastruktur jaringannya yang banyak," tuturnya.

Menurutnya, segala urusan uang mahar untuk PKS diurus Fathanah. "Di Makassar waktu Rakernas. Para petinggi hadir di Makassar, Fathanah memfasilitasi ketemu, dan setelah itu urusan Sulsel ke Fathanah," papar Ilham.

PKS menyatakan mendukung penuh pengungkapan kasus ini. "Makanya bongkar itu! Ini kan merugikan PKS," ujar Juru Bicara PKS Mardani Ali Sera.

Mardani menyangkal bahwa Presiden PKS dan Sekjen PKS kala itu, Luthfi Hasan dan Anis Matta, mengutus Fathanah mengurus soal Pilgub Sulsel. Selain itu, dirinya mengaku PKS tak perlu mahar dalam mendukung Calon Gubernur atau kepala daerah lainnya.

Untuk itu, PKS justru mendukung agar pernyataan Ilham diusut sampai pihak-pihak yang menerima duit mahar politik itu. "Bagus, sudah dibuka. Dalami, buka, sebutkan siapa yang terima umumkan ke publik," tegas Mardani.

Pernyataan berbeda disampaikan Wasekjen PKS Mahfudz Siddiq. "Kalau yang saya tahu, selama ini dalam urusan Pemilukada, ketika ada komunikasi calon apakah itu calon dari kader atau dari luar kader itu memang kita bicara bujet pemenangan. Masa maju Pemilukada nggak ada bujetnya, mau maju lurah saja ada bujet," katanya.

Menurut Mahfudz, soal setoran itu sebenarnya bagaimana calonnya. Pastinya tidak pernah ada kewajiban. "Ada calon bilang sanggup ada yang bilang nggak sanggup. Yang salah kalimat membayar itu karena partai tidak pernah meminta uang mahar," terangnya.

Saat ditanya soal posisi Fathanah yang menjadi penghubung kala Ilham didukung PKS, Mahfudz mengaku dirinya tak tahu menahu. "Saya nggak ngerti juga. Kalau kita mengusung calon di daerah kan memang ada bujetnya," imbuhnya.

Sekjen Hanura Dossi Iskandar Prasetyo juga membantah pernyataan Ilham Arief. "Saya pastikan tidak ada Hanura menerima dana itu," katanya. Menurutnya, kalau pun ada seperti itu maka tentu sudah pasti daerah melaporkan kepada DPP. "Daerah sudah pasti lapor kalaupun ada," tambahnya.

Namun, untuk memastikan lebih jauh pihaknya akan mengecek langsung ke daerah apakah benar fakta yang terungkap di persidangan itu terjadi di Hanura. "Sebagai fakta persidangan tentu ini masukan penting kita akan lakukan pengecekan ke daerah," ucap Dossi. (rep1)